Jika Hogwarts The School of Wizardy mempunyai seorang siswi aneh
bernama Luna Lovegood, sekolah gue ini pun ternyata mempunyai seorang siswi
aneh. Namanya Wening, Wening Nataningsih. Dan siswi aneh itu teman sekelas gue.
Wening si cewek aneh, begitu biasanya
gue memanggilnya. Tapi, predikat aneh yang gue sematkan kepadanya ini bukan
karena gadis itu gemar berkata-kata di luar akal sehat seperti si Luna
Lovegood. Namun gue menyebut Wening aneh adalah karena gadis itu memiliki satu
hal yang sangat jarang dimiliki oleh remaja di Indonesia saat ini.
Yeah, Wening memiliki sesuatu yang disebut
dengan ‘mencintai lingkungan’. Lebih tepatnya, ‘amat sangat mencintai
lingkungan’. Mencintai lingkungan jika hanya sekedar membuang sampah pada
tempatnya itu masih biasa menurut gue. Belum bisa gue kategorikan aneh. Tapi
cinta Wening terhadap lingkungan tidaklah biasa. Gadis itu benar-benar
mencintai lingkungan. Ibarat cinta Romeo pada Juliet, Cinta Majnun pada Laila,
cinta Samsul Bahri pada Sitti Nurbaya, dan juga cinta Sherk pada putri Viona.
Intonya, Wening luar biasa mencintai lingkungan.
Wening tidak suka jika ada yang
membuang tissue sembarangan. Wening akan murka jika ada yang
iseng memetiki bunga atau dedaunan di taman sekolah. Bahkan dia pun tidak akan
tinggal diam jika ada seseorang yang membuang bungkus permen tidak pada
tempatnya.
Tapi sebenernya gue beruntung dan
patut bersyukur mempunyai seorang teman seaneh Wening ini. Kelas gue selalu tampak
bersih, dia laksana petugas kebersihan teladan yang tidak akan membiarkan
seonggok sampah pun mengotori ruang kelasnya. Selain itu, taman sekolah pun
selalu tampak segar. Wening tidak pernah absen merawat segala macam tumbuhan
yang ada di taman sekolah. Sampai Pak Kordi, sang tukang kebun sekolah pun merasa
lahannya diserobot oleh si Wening.
Kemudian keuntungan gue lainnya adalah
gue bisa merasakan sensasi tersendiri setiap kali menggoda Wening. Maksudnya,
gue bisa merasakan satu kepuasan tak terdefinisikan saat melihat wajah Wening
yang merah padam gara-gara melihat gue dengan sengaja menghamburkan
sobekan-sobekan kertas di seantero kertas, atau dengan dengan isengnya gue
memetiki dedaunan dan bunga tanaman kesayangannya di taman sekolah. J
Hmm, sebenarnya gue kasihan juga kalau
melihat Wening dengan telatennya memunguti kertas-kertas yang gue hamburkan
atau saat melihat perjuangannya merawat dan menyirami tanaman di taman sekolah.
Tapi entahlah, gue nggak tahu kenapa
rasa iba itu selalau saja terkalahkan oleh keinginan kuat gue untuk selalu
menggoda Wening. Untuk selalu melihat ekspresi wajah marahnya, yang menurut gue
tidak menyeramkan malah terlihat, hmm... lucu. Mungkin Tuhan telah
menganugerakan kepada gue saraf usil dalam jumlah terlampau banyak? Mungkin
saja. Buktinya setiap hari gue selalu ingin menggoda Wening. Seperti pagi ini.
Saat gadis itu sedang serius memunguti kulit-kulit kacang yang tercecer di
koridor kelas.
Glodak...!!!
Tong
sampah itu jatuh terguling dan memuntahkan isinya. Kaki gue sengaja
menyenggolnya.
“Eh gue nggak sengaja...” Gue langsung
memasang tampang innocent.
“Kandiaaaaz! Lo lagi lo lagi! Dasar
cowok pembuat onaaar!” jerit Wening dengan wajah merah padam.
Gawat! Saatnya kabuuur!
***
Bel pertanda jam istirahat sudah
berdering dua menit yang lalu. Gue hendak melangkah keluar kelas saat terdengar
keributan dari koridor kelas, Gue langsung menghentikan langkah di ambang
pintu.
“Aduh, Sam! Gue kan sudah bilang
berkali-kali, jangan buang bungkus jajan sembarangan. Lo udah mencemari
lingkungan, tahu!” Wening tampak memungut sebuah bungkus plastik yang
tergeletak di lantai.
Ckkckc... Rupanya si cewek aneh itu
sedang mendebat Sam yang membuang bungkus wafer di koridor kelas. Heran. Jam
istirahat seperti ini bukannya pergi ke kantin atau kemana lah, eh gadis itu
malah meributkan sampah. Tapi sepertinya perseteruan Wening vs Sam bakalan
seru. Gue intai ah...
“Apaan sih lo?! Satu bungkus wafer
nggak bakal merusak bumi kali! Lebay banget.” Sam alias Samantha si siswi
centil kelas sebelah itu membela diri.
“Itu kan pandagan subyektif lo.
Sekarang coba bayangkan. Jika di bumi ini ada seribu orang yang berpikiran
kayak lo, bisa-bisa bumi kita ini ketimbun sampah! Sampah itu akan memenuhi
sungai-sungai. Dan jika hujan turun, sungai-sungai yang dipenuhi sampah itu
tidak mampu menampung air hujan. Sungai pun meluap dan pada akhirnya yang
terjadi adalah banjir! Apa lo mau? Dan itu hanya satu dari dampak kebiasaan
membuang sampah sembarangan. Masih banyak hal mengerikan lainnya.” Wening
berargumen panjang lebar. Sepertinya kelak dia akan menjadi duta lingkungan
Indonesia.
“Ah, lo hiperbolis. Sangat
imajinatif!” bantah Sam, kesal. Wah, silat lidah ini sepertinya tak kalah seru
dengan perdebatan di Indonesia Lawyer Club!
“Aduh, lo keras kepala banget sih? Apa
susahnya membuang sampah pada tempatnya? Toh tempat sampah sudah disediakan
dimana-mana!” Wening tampak frustasi.
“Hei hei, ada apa sih kok ribut-ribut gini?”
Wow, si Nurul dan Diana berjalan mendekat. Semoga perdebatan mereka semakin
memanas dengan kedatangan dua sahabat Wening itu. Haha.
“Hei kalian berdua, urusin nih teman
kalian yang super aneh!” semprot Samantha sambil melirik sinis ke arah Wening.
Kemudian gadis itu pergi meninggalkan Wening dan kedua temannya. Nurul dan
Diana tampak menenangkan Wening yang tidak terima.
Yah, kok debatnya udahan? Padahal lagi
seru-serunya. Ah, sepertinya gue harus turun tangan nih. Maksudnya, inilah
saatnya gue menggoda si Wening. Hahaha. Gue segera banting setir menuju meja
gue. Sepertinya di laci meja gue tadi ada sampah kertas dan bungkus permen.
Aha! Memang benar sampah-sampah itu
ada dilaci meja gue. Segera gue sambar dan sampah-sampah itu sudah berada di
genggaman tangan gue. Oke, gue sudah mendapat senjata untuk menggoda Wening.
Sekarang gue harus segera banting setir lagi, nyamperin si Wening di koridor kelas. Tidak lupa gue menyembunyikan
senjata gue di balik pinggang. Biar surprise.
“Halo teman-teman!” sapa gue saat
sudah berada di depan Wening dan kedua sobatnya, Nurul dan Diana.
Tiga cewek itu tidak membalas sapaan
gue. Mereka malah memandang gue dengan tatapan penuh curiga. Stay cool Kandiaz...
“Ngapain?” selidik Nurul sambil
mengawasi arah belakang pinggang gue. Gawat! Sepertinya gadis ini sudah mencium
rencana licik gue.
“Ya mau menyapa kalian aja. Masa iya
nggak boleh?” kilah gue sambil tersenyum sok manis.
“Trus apa itu yang lo sembunyiin di
balik pinggang lo?” tembak Nurul tepat sasaran. Gue langsung gelagapan.
Sebaliknya, Wening, Nurul, dan Diana tampak tersenyum penuh kemenangan.
“Lo mau ganggu Wening lagi, ya?” kejar
Diana sambil berusaha melihat apa yang gue sembunyiin di balik pinggang. Gue
langsung berkelit menghindar.
“Lo suudzon banget ya?” kilah gue. “Gue kan cuma mau... mau buang
sampah!” Gue langsung menghamburkan sampah kertas dan bungkus permen dalam
genggaman gue ke hadapan mereka. Dan tidak lupa langsung kabuuur! Hwahahaha.
Gue berlari menuju kantin dengan tawa penuh kemenangan. Meninggalkan tiga gadis
yang menjerit-jerit, meneriaki nama gue.
***
Huh! Akhirnya sampai juga gue di
kantin sekolah ini. Puas banget rasanya habis menggoda si Wening. Gue langsung
celingak-celinguk ke seantero kantin. Mata gue tertumbuk pada dua makhluk yang
sedang asyik bercakap-cakap di salah satu sudut kantin. Alba dan Bonzy, teman
se-iya se-kata gue.
“Abis ngapain lo ngos-ngosan kayak
gitu?” selidik Bonzy begitu gue duduk di sebelahnya.
“Kabur dari si Wening!” jawab gue
sambil mengatur nafas.
“Lo itu. Nggak ada capeknya godain si
Wening. Nggak kasihan apa?” protes Alba. Ah, bocah ini selalu saja berceramah
bak ustadz kondang.
“Yeah, anaknya aneh sih...” kilah gue
sambil mengambil alih es jeruk Bonzy.
“Tapi lo udah keterlaluan.” Alba tidak
terima.
“Betul, Sob! Lo kelewat sering
menggoda Wening. Hmm, jangan-jangan sebenarnya lo naksir Wening ya?” tebak
Bonzy sambil tersenyum penuh curiga.
“Hmmm, sepertinya iya...” jawab gue,
pelan. Alba dan Bonzy tampak terperangah, terutama si Alba.
“Wah, jadi bener nih? Jadi kapan lo
mau nembak dia?” tanya Bonzy penuh semangat.
“Nembak jidat lo? Siapa juga yang
naksir Wening? Tadi gue cuman becanda! Hahaaha.” Kilah gue sambil menjitak
kepala Bonzy.
“Ah, sial lo! Kirain benean suka
Wening...”
***
Well,
akhirnya bel istirahat berbunyi juga. Anak-anak pada menghambur keluar
kelas. Termasuk gue. Tapi baru saja gue melangkah keluar kelas, tiba-tiba ada
yang menarik tangan gue. Nurul dan Diana. Apa-apaan ini?
“Ikut kita sebentar!” Nurul menyeret
gue masuk ke dalam kelas diikuti Diana yang kemudian menutup pintu. Eh, di
kelas cuma ada kami bertiga. Perasaan gue jadi nggak enak.
“Ada apa ini? Kalian mau nyekap gue?”
tanya gue sambil duduk di salah satu kursi.
“Kita mau ngomong sesuatu sama lo!”
kata Diana, sungguh-sungguh.
“Ya ngomong aja.” Gue penasaran dengan
pa yang ingin dikatakan dua gadis ini.
Nurul tampak menghirup nafas
dalam-dalam sebelum akhirnya berkata, “Kandiaz, kenapa sih lo selalu mengganggu
Wening? Dia pernah ada salah sama lo?”
Gue menggeleng. “Nggak, dia nggak ada
salah sama gue. Gue suka menggodanya karena dia aneh.”
“Aneh? Oke, kalau lo menganggap Wening
aneh tapi lo nggak harus terus-terusan mengganggu Wening, kan?” kata Diana
dengan suara meninggi.
“Nggak tahu. Gue nggak tahu kenapa gue
selalu ngerasa seneng banget godain si Wening,” ucap gue. Yeah, memang pada
kenyataaannya gue nggak tahu kenapa gue selalu bahagia saat menggoda Wening.
Entahlah.
“Apa? Nggak tahu?!” Nurul berteriak.
“Lo pasti juga nggak tahu kan, kenapa Wening jadi bersikap, yeah yang lo sebut
aneh itu?”
Gue menggeleng pelan.
Nurul menghirup nafas dalam kemudian
mengehmbuskannya pelan, menenangkan emosinya. “Oke, gue akan ceritain ke lo. Lo
masih ingatkan dengan bencana banjir yang melanda Mojokerto tahun 2004 lalu?
Adik Wening hanyut saat itu. Dan ditemukan dalam keadaan meninggal.” Mata Nurul
memerah. Gue terkesiap.
“Kandiaz, lo juga nggak tahu kan,
Wening selalu menangis setiap mengingat adiknya? Nggak tahu kan?! Lo egois,
hanya mementingkan kesenangan lo sendiri!” bentak Nurul, emosional. Diana
segera menenangkannya.
Gue terpaku di tempat. Nggak bisa
berkata apa-apa. Dada gue nyeri. Seperti ada sembilu menusuk-nusuk hati gue.
Gue menyesal!
“Terserah, kalau lo masih menganggap
wening aneh! Asal lo tahu, Wening melakukan itu semua karena dia nggak mau ada
bencana alam lagi. Mungkin lo anggap tindakannya itu berlebihan. Tapi dia hanya
nggak mau ada korban lagi, seperti adiknya!” tandas Diana, tajam. Kemudian dia
membimbing Nurul pergi meninggalkan gue sendiri di dalam kelas. Hati gue
melepuh. Wening, maafin gue...*
(hanifjunaediadyputra)
Free Template Blogger
collection template
Hot Deals
BERITA_wongANteng
SEO
theproperty-developer