Pages

Senin, 12 Maret 2012

Wonderful Wening


Jika Hogwarts The School of Wizardy mempunyai seorang siswi aneh bernama Luna Lovegood, sekolah gue ini pun ternyata mempunyai seorang siswi aneh. Namanya Wening, Wening Nataningsih. Dan siswi aneh itu teman sekelas gue.
          Wening si cewek aneh, begitu biasanya gue memanggilnya. Tapi, predikat aneh yang gue sematkan kepadanya ini bukan karena gadis itu gemar berkata-kata di luar akal sehat seperti si Luna Lovegood. Namun gue menyebut Wening aneh adalah karena gadis itu memiliki satu hal yang sangat jarang dimiliki oleh remaja di Indonesia saat ini.
          Yeah, Wening memiliki sesuatu yang disebut dengan ‘mencintai lingkungan’. Lebih tepatnya, ‘amat sangat mencintai lingkungan’. Mencintai lingkungan jika hanya sekedar membuang sampah pada tempatnya itu masih biasa menurut gue. Belum bisa gue kategorikan aneh. Tapi cinta Wening terhadap lingkungan tidaklah biasa. Gadis itu benar-benar mencintai lingkungan. Ibarat cinta Romeo pada Juliet, Cinta Majnun pada Laila, cinta Samsul Bahri pada Sitti Nurbaya, dan juga cinta Sherk pada putri Viona. Intonya, Wening luar biasa mencintai lingkungan.
          Wening tidak suka jika ada yang membuang tissue  sembarangan. Wening akan murka jika ada yang iseng memetiki bunga atau dedaunan di taman sekolah. Bahkan dia pun tidak akan tinggal diam jika ada seseorang yang membuang bungkus permen tidak pada tempatnya.
          Tapi sebenernya gue beruntung dan patut bersyukur mempunyai seorang teman seaneh Wening ini. Kelas gue selalu tampak bersih, dia laksana petugas kebersihan teladan yang tidak akan membiarkan seonggok sampah pun mengotori ruang kelasnya. Selain itu, taman sekolah pun selalu tampak segar. Wening tidak pernah absen merawat segala macam tumbuhan yang ada di taman sekolah. Sampai Pak Kordi, sang tukang kebun sekolah pun merasa lahannya diserobot oleh si Wening.
          Kemudian keuntungan gue lainnya adalah gue bisa merasakan sensasi tersendiri setiap kali menggoda Wening. Maksudnya, gue bisa merasakan satu kepuasan tak terdefinisikan saat melihat wajah Wening yang merah padam gara-gara melihat gue dengan sengaja menghamburkan sobekan-sobekan kertas di seantero kertas, atau dengan dengan isengnya gue memetiki dedaunan dan bunga tanaman kesayangannya di taman sekolah. J
          Hmm, sebenarnya gue kasihan juga kalau melihat Wening dengan telatennya memunguti kertas-kertas yang gue hamburkan atau saat melihat perjuangannya merawat dan menyirami tanaman di taman sekolah.
          Tapi entahlah, gue nggak tahu kenapa rasa iba itu selalau saja terkalahkan oleh keinginan kuat gue untuk selalu menggoda Wening. Untuk selalu melihat ekspresi wajah marahnya, yang menurut gue tidak menyeramkan malah terlihat, hmm... lucu. Mungkin Tuhan telah menganugerakan kepada gue saraf usil dalam jumlah terlampau banyak? Mungkin saja. Buktinya setiap hari gue selalu ingin menggoda Wening. Seperti pagi ini. Saat gadis itu sedang serius memunguti kulit-kulit kacang yang tercecer di koridor kelas.
Glodak...!!!
Tong sampah itu jatuh terguling dan memuntahkan isinya. Kaki gue sengaja menyenggolnya.
          “Eh gue nggak sengaja...” Gue langsung memasang tampang innocent.
          “Kandiaaaaz! Lo lagi lo lagi! Dasar cowok pembuat onaaar!” jerit Wening dengan wajah merah padam.
          Gawat! Saatnya kabuuur!
***
          Bel pertanda jam istirahat sudah berdering dua menit yang lalu. Gue hendak melangkah keluar kelas saat terdengar keributan dari koridor kelas, Gue langsung menghentikan langkah di ambang pintu.
          “Aduh, Sam! Gue kan sudah bilang berkali-kali, jangan buang bungkus jajan sembarangan. Lo udah mencemari lingkungan, tahu!” Wening tampak memungut sebuah bungkus plastik yang tergeletak di lantai.
          Ckkckc... Rupanya si cewek aneh itu sedang mendebat Sam yang membuang bungkus wafer di koridor kelas. Heran. Jam istirahat seperti ini bukannya pergi ke kantin atau kemana lah, eh gadis itu malah meributkan sampah. Tapi sepertinya perseteruan Wening vs Sam bakalan seru. Gue intai ah...
          “Apaan sih lo?! Satu bungkus wafer nggak bakal merusak bumi kali! Lebay banget.” Sam alias Samantha si siswi centil kelas sebelah itu membela diri.
          “Itu kan pandagan subyektif lo. Sekarang coba bayangkan. Jika di bumi ini ada seribu orang yang berpikiran kayak lo, bisa-bisa bumi kita ini ketimbun sampah! Sampah itu akan memenuhi sungai-sungai. Dan jika hujan turun, sungai-sungai yang dipenuhi sampah itu tidak mampu menampung air hujan. Sungai pun meluap dan pada akhirnya yang terjadi adalah banjir! Apa lo mau? Dan itu hanya satu dari dampak kebiasaan membuang sampah sembarangan. Masih banyak hal mengerikan lainnya.” Wening berargumen panjang lebar. Sepertinya kelak dia akan menjadi duta lingkungan Indonesia.
          “Ah, lo hiperbolis. Sangat imajinatif!” bantah Sam, kesal. Wah, silat lidah ini sepertinya tak kalah seru dengan perdebatan di Indonesia Lawyer Club!
          “Aduh, lo keras kepala banget sih? Apa susahnya membuang sampah pada tempatnya? Toh tempat sampah sudah disediakan dimana-mana!” Wening tampak frustasi.
          “Hei hei, ada apa sih kok ribut-ribut gini?” Wow, si Nurul dan Diana berjalan mendekat. Semoga perdebatan mereka semakin memanas dengan kedatangan dua sahabat Wening itu. Haha.
          “Hei kalian berdua, urusin nih teman kalian yang super aneh!” semprot Samantha sambil melirik sinis ke arah Wening. Kemudian gadis itu pergi meninggalkan Wening dan kedua temannya. Nurul dan Diana tampak menenangkan Wening yang tidak terima.
          Yah, kok debatnya udahan? Padahal lagi seru-serunya. Ah, sepertinya gue harus turun tangan nih. Maksudnya, inilah saatnya gue menggoda si Wening. Hahaha. Gue segera banting setir menuju meja gue. Sepertinya di laci meja gue tadi ada sampah kertas dan bungkus permen.
          Aha! Memang benar sampah-sampah itu ada dilaci meja gue. Segera gue sambar dan sampah-sampah itu sudah berada di genggaman tangan gue. Oke, gue sudah mendapat senjata untuk menggoda Wening. Sekarang gue harus segera banting setir lagi, nyamperin si Wening di koridor kelas. Tidak lupa gue menyembunyikan senjata gue di balik pinggang. Biar surprise.
          “Halo teman-teman!” sapa gue saat sudah berada di depan Wening dan kedua sobatnya, Nurul dan Diana.
          Tiga cewek itu tidak membalas sapaan gue. Mereka malah memandang gue dengan tatapan penuh curiga. Stay cool Kandiaz...
          “Ngapain?” selidik Nurul sambil mengawasi arah belakang pinggang gue. Gawat! Sepertinya gadis ini sudah mencium rencana licik gue.
          “Ya mau menyapa kalian aja. Masa iya nggak boleh?” kilah gue sambil tersenyum sok manis.
          “Trus apa itu yang lo sembunyiin di balik pinggang lo?” tembak Nurul tepat sasaran. Gue langsung gelagapan. Sebaliknya, Wening, Nurul, dan Diana tampak tersenyum penuh kemenangan.
          “Lo mau ganggu Wening lagi, ya?” kejar Diana sambil berusaha melihat apa yang gue sembunyiin di balik pinggang. Gue langsung berkelit menghindar.
          “Lo suudzon banget ya?” kilah gue. “Gue kan cuma mau... mau buang sampah!” Gue langsung menghamburkan sampah kertas dan bungkus permen dalam genggaman gue ke hadapan mereka. Dan tidak lupa langsung kabuuur! Hwahahaha. Gue berlari menuju kantin dengan tawa penuh kemenangan. Meninggalkan tiga gadis yang menjerit-jerit, meneriaki nama gue.
***
          Huh! Akhirnya sampai juga gue di kantin sekolah ini. Puas banget rasanya habis menggoda si Wening. Gue langsung celingak-celinguk ke seantero kantin. Mata gue tertumbuk pada dua makhluk yang sedang asyik bercakap-cakap di salah satu sudut kantin. Alba dan Bonzy, teman se-iya se-kata gue.
          “Abis ngapain lo ngos-ngosan kayak gitu?” selidik Bonzy begitu gue duduk di sebelahnya.
          “Kabur dari si Wening!” jawab gue sambil mengatur nafas.
          “Lo itu. Nggak ada capeknya godain si Wening. Nggak kasihan apa?” protes Alba. Ah, bocah ini selalu saja berceramah bak ustadz kondang.
          “Yeah, anaknya aneh sih...” kilah gue sambil mengambil alih es jeruk Bonzy.
          “Tapi lo udah keterlaluan.” Alba tidak terima.
          “Betul, Sob! Lo kelewat sering menggoda Wening. Hmm, jangan-jangan sebenarnya lo naksir Wening ya?” tebak Bonzy sambil tersenyum penuh curiga.
          “Hmmm, sepertinya iya...” jawab gue, pelan. Alba dan Bonzy tampak terperangah, terutama si Alba.
          “Wah, jadi bener nih? Jadi kapan lo mau nembak dia?” tanya Bonzy penuh semangat.
          “Nembak jidat lo? Siapa juga yang naksir Wening? Tadi gue cuman becanda! Hahaaha.” Kilah gue sambil menjitak kepala Bonzy.
          “Ah, sial lo! Kirain benean suka Wening...”
***
          Well, akhirnya bel istirahat berbunyi juga. Anak-anak pada menghambur keluar kelas. Termasuk gue. Tapi baru saja gue melangkah keluar kelas, tiba-tiba ada yang menarik tangan gue. Nurul dan Diana. Apa-apaan ini?
          “Ikut kita sebentar!” Nurul menyeret gue masuk ke dalam kelas diikuti Diana yang kemudian menutup pintu. Eh, di kelas cuma ada kami bertiga. Perasaan gue jadi nggak enak.
          “Ada apa ini? Kalian mau nyekap gue?” tanya gue sambil duduk di salah satu kursi.
          “Kita mau ngomong sesuatu sama lo!” kata Diana, sungguh-sungguh.
          “Ya ngomong aja.” Gue penasaran dengan pa yang ingin dikatakan dua gadis ini.
          Nurul tampak menghirup nafas dalam-dalam sebelum akhirnya berkata, “Kandiaz, kenapa sih lo selalu mengganggu Wening? Dia pernah ada salah sama lo?”
          Gue menggeleng. “Nggak, dia nggak ada salah sama gue. Gue suka menggodanya karena dia aneh.”
          “Aneh? Oke, kalau lo menganggap Wening aneh tapi lo nggak harus terus-terusan mengganggu Wening, kan?” kata Diana dengan suara meninggi.
          “Nggak tahu. Gue nggak tahu kenapa gue selalu ngerasa seneng banget godain si Wening,” ucap gue. Yeah, memang pada kenyataaannya gue nggak tahu kenapa gue selalu bahagia saat menggoda Wening. Entahlah.
          “Apa? Nggak tahu?!” Nurul berteriak. “Lo pasti juga nggak tahu kan, kenapa Wening jadi bersikap, yeah yang lo sebut aneh itu?”
          Gue menggeleng pelan.
          Nurul menghirup nafas dalam kemudian mengehmbuskannya pelan, menenangkan emosinya. “Oke, gue akan ceritain ke lo. Lo masih ingatkan dengan bencana banjir yang melanda Mojokerto tahun 2004 lalu? Adik Wening hanyut saat itu. Dan ditemukan dalam keadaan meninggal.” Mata Nurul memerah. Gue terkesiap.
          “Kandiaz, lo juga nggak tahu kan, Wening selalu menangis setiap mengingat adiknya? Nggak tahu kan?! Lo egois, hanya mementingkan kesenangan lo sendiri!” bentak Nurul, emosional. Diana segera menenangkannya.
          Gue terpaku di tempat. Nggak bisa berkata apa-apa. Dada gue nyeri. Seperti ada sembilu menusuk-nusuk hati gue. Gue menyesal!
          “Terserah, kalau lo masih menganggap wening aneh! Asal lo tahu, Wening melakukan itu semua karena dia nggak mau ada bencana alam lagi. Mungkin lo anggap tindakannya itu berlebihan. Tapi dia hanya nggak mau ada korban lagi, seperti adiknya!” tandas Diana, tajam. Kemudian dia membimbing Nurul pergi meninggalkan gue sendiri di dalam kelas. Hati gue melepuh. Wening, maafin gue...*

(hanifjunaediadyputra)


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

2 komentar:

maminx mengatakan...

ini hanya cerpen saja? kisah nyata? saya ikut merinding baca akhir cerita pas ngasih tau nurul kenapa wening ampe begitu "lebay" mencintai lingkungan.

harusnya banyakin sifat2 kayak wening gitu. biar gak banyak bencana alam. kalau kita mencintai alam kan alam bakalan balik mencintai kita juga ya ;)

saya tipikal wening tapi KW 1 kali ya. saya gak suka kalau orang buang sampah sembarangan. kalau saya abis makan permen atau apapun yang menghasilkan sampah, bakalan disimpen dulu di saku / tas ampe nemu tong sampah, lalu dibuang deh kesitu (kalau lagi inget itu juga sih, hehe)

hanjeyputra mengatakan...

terima kasih sudah mampir,,, :)
salam kenal bang!
ini hanya cerpen kok. fiktif, bukan kisah nyata. :)

iya,,, seringkali manusia 'mengkhianati' alam, walaupun dg tindakan2 'kecil'.
padahal alam telah membantu banyak dalam kehidupan kita,,,,
masyarakat perlu menyadari akan pentingnya harmonisasi yg baik antara manusia dengan alam.

selain itu pemerintah juga harus mendukung dengan kebijakan2nya, seperti menjamin ketersediaan tempat sampah di tempat2 umum.
pengalaman yg sering saya alami, sangat sulit menemukan tempat sampah di pinggir2 jalan. -____________-

Posting Komentar