Pages

Senin, 05 Maret 2012

Kertas-Kertas Usang dan Cerita yang Tak Pernah Usang



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVVjkQMhg5WFFipaum6n8FW8BvT9sxlK3juIT6Rl2cBJ58paxtvSECdDSUHRqA3WONwpmlqCv-7ysR664FIdH8-3GTtB2yLp85mBggAsR-5_lDo5ajkNJJFY_uJ36CSTFRtd4d97jekcbP/s1600/kertas+usang.jpgEntah apa yang menyeret kaki saya mendatangi sebuah almari tua di salah satu sudut rumah saya hari itu. Saya menatap almari yang sudah ada sejak masa kanak-kanak saya itu. Kemudian tangan ini begitu saja menyusuri rak-rak almari yang berdebu itu. Tangan saya berhenti pada tiga bungkusan plastik bening gemuk berisi kertas-kertas entah apa. Saya ambil tiga bungkusan plastik itu. Pada salah satu plastik, mata saya menangkap sederet kalimat. Dokumen penting Hanif Junaedi Ady Putra 2003-2009.
            Saya tercenung sejenak. Saya hampir tidak ingat bahwa saya pernah menulis kalimat itu. Dan, hei, 2003-2009? Bukankah di tahun-tahun itu saya adalah siswa yang memakai seragam putih-biru dan putih abu-abu? Saya merasakan jantung saya berdegup senang. Saya segera membuka tiga bungkusan plastik itu.
            Berlembar-lembar kertas saya keluarkan dari bungkusan plastik itu.
            Ah, ternyata saya menyimpan begitu banyak kertas.
            Buletin Ad-Da’wah. Oh, saya ingat bahwa saya memang mengkoleksi buletin sekolah saya ini. Saya masih ingat betul tagline buletin ini, merajut cinta, menebar kasih sayang. Saya membolak-balik halaman beberapa edisi, membaca sekilas. Ibnu Turost, saya mendapati nama itu ada di setiap edisi pada rubrik Kedai Sufi. Memori saya membawa pada sosok ustadz muda yang telah mengajarkan banyak hal kepada kami. Sang guru yang pergi terlalu cepat. Semoga kau tenang di sana, Gus Aang...
            Saya merapikan lembar-lembar buletin itu, kemudian meraih kertas-kertas yang lain.
            Beberapa kertas berukuran 5 x 3 senti berwarna hijau dan merah pucat ada di tangan saya. Hmm, bagaimana bisa saya menyimpan kertas ini? Ini tasrikh, sebutan untuk sebuah surat jika kau hendak tidak masuk kelas karena sakit atau ada keperluan lain. Ya, itu surat-surat izin tidak mengikuti kelas. Saya masih ingat, betapa terkadang cukup sulit untuk mendapatkan tanda tangan tutor untuk selembar tasyrikh.
            Saya meletakkan tasyrikh-tasyrikh itu dan beralih pada kertas-kertas lainnya.
            Kertas-kertas ulangan. Saya tersenyum simpul. Hei, sudah berapa lama saya tidak mendengar kata itu, ulangan. Sudah lama saya tidak merasakan sensasi belajar kebut semalam ketika esok hari ada ulangan.
            Saya membaca lembar demi lembar kertas ulangan itu.
            Ulangan Matematika. Hei, ternyata saya masih menyimpan dengan baik kertas ulangan matematika saya. Padahal saya masih ingat betul bahwa matematika telah menjadi semacam dementor  bagi saya waktu itu. Tapi untungnya waktu itu para guru matematika bukan tipe-tipe pelahap maut. Bukan benar-benar pelahap maut. Saya teringat Pak Toton yang selalu berapi-api dengan gaya khasnya, Pak  Guru Muda (ah, saya lupa siapa namanya. Tapi saya masih ingat, pernah mendapat hadiah sepotong coklat setelah berhasil menjawab sebuah kuis. Dan saya juga masih ingat, waktu itu saya hanya asal menjawab saja. hahah.), dan Pak Fanani yang begitu gigih menyertai kami hingga kami melewati Ujian Nasional.
            Kemudian Ulangan Akuntansi. Hmm, akuntansi. Mata pelajaran yang masih mengharuskan saya berhadapan dengan angka-angka. Padahal alasan mengapa saya lebih memilih jurusan IPS ketimbang IPA adalah untuk menghindari angka-angka membosankan pada mata pelajaran fisika & kimia. J Alasan yang tidak dewasa. Hahha. Akuntansi, transaksi keuangan, debet, kredit, kas, utang, piutang, modal, laba, laporan keuangan, dan lain-lainnya, apa kabar kalian?
            Dan kertas Pre Examination, Mastering of System (MS) 29. Test yang diadakan oleh para tutor bahasa inggris dari Basic English Course (BEC), Kediri. Ya, saya masih ingat setiap beberapa bulan tutor-tutor dari BEC itu datang ke sekolah kami.
            Saya mengamati kertas test saya, kemudian meraih kertas yang lain. Dan, hei, saya menemukan kertas test milik Nizar Zulmi. Bagaimana bisa kertas testnya ada pada saya? Oh, saya teringat bahwa dia adalah teman sebangku saya saat di kelas 11 dan 12. Sori Lek Guuush, kertasmu kegowo. Hahhah.
            Ah, kertas-kertas ulangan itu mengingatkan pada semua mata pelajaran yang menemani hari-hari saya selama enam tahun di suatu tempat yang mereka sebut al-amin.
Matematika. Apa kabar rumus-rumus yang tak pernah ringkas bagi saya itu? Apa kabar aljabar, integral, persamaan kuadrat, dan yang lainnya?
Bahasa Indonesia. Apa kabar Pak Sukis? Masihkah kau marah ketika ada siswamu yang tidak menyampuli buku tulisnya? Masihlah kau dengan jurus andalanmu, jurus tapak budha-mu dulu? J
PPKn. Saya ingat saat pelajaran ini seorang Mario Widiyanto sedang diam-diam mengunyah wortel dan kubis mentah di mejanya. hahaha. Saya juga masih  ingat ekspresi Pak Manaf saat memergoki kejadian ajaib itu, yang mungkin baru pertama kalinya ia alami selama karirnya sebagai pengajar.
Sejarah. Teringat drama yang kami mainkan saat kami sampai pada bab yang mengisahkan peristiwa rengas dengklok dan detik-detik menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia.
SKI.  Terbayang ekspresi pak Ista’in yang polos serta cerita perang Badar dan perang Khandaq,
Balghoh. Saya ingat berapa jumlah siswa yang tersisa (tidak tertidur) saat pelajaran ini. ckckck. Saya termasuk di antaranya (yang tertidur, setelah mati-matian menahan kantuk) J. Belakangan saya menyesal, menyadari betapa berharganya kesempatan belajar dengan Kiai Muthoharun Afif. Ditambah lagi ternyata balaghoh adalah materi yang menarik sebenarnya.
Nahwu. Inilah yang paling terkenang. Masih ingat betul betapa njelimet dan menantangnya materi yang kami pelajari. Bab-bab yang banyak dan beranak pinak yang membutuhkan nalar kuat untuk memahami semuanya. Bahkan sampai saat ini, di tahap pendidikan saya sekarang, saya belum mendapati mata kuliah yang bisa menandingi ‘kedahsyatan’ Ilmu Nahwu. Tidak hukum pidana juga tidak HPI yang konon sulit nilainya itu. Saya pun Masih terbayang atmosfer khas saat ujian lisan nahwu. Dan masih lebih ingat lagi bagaimana rasanya atmosfer deg-degan saat pengumuman siapa-siapa yang lulus dan siapa-siapa yang harus remidi alias coba lagi. J
Aqidatul Awam. Ah, ini dia. Betapa ngawurnya kami saat sesi lalaran. Dengan semangatnya kami, memberontak. Alih-alih melantunkan bait—nadzam-nadzam sebagaimana mestinya, kami malah menciptakan lirik baru. Yang intinya adalah: kami bosan melantunkan bait dengan lagu itu melulu dan kami minta ganti lagu. Tak ayal, Pak Masud Bilaa Yunus langsung cabut meninggalkan kelas. Luar biasa. Kami telah membuat seorang guru ngambek, di tahun pertama kami.
Tafsir Jalalain. Raut wajah bersahaja Abah Nurudin masih teringat jelas. Saya merindukan cerita-cerita yang melatarbelakangi setiap ayat dalam al-quran. Bahkan saya merindukan momen-momen ngebut menambal halaman-halaman kitab yang bolong saat menjelang masa Takhasus. Dan saya ingat, ada yang mengisi halaman-halaman kitab mereka dengan lirik lagu dan bahkan cerita fantasi. saya tak pernah bisa menahan tawa bila mengingat yang satu ini.
Geografi. Ah, saya begitu merindukan pelajaran ini. Sangat menyenangkan belajar tentang bumi, sabana stepa, dan lainnya. Menyenangkan dan santai kayak di pantai. J
Sosiologi. Mengingatkan pada sosok Gus Aang lagi. Sosok yang selalu bersemangat mengajarkan segala teori sosial kepada kami. Mengenalkan kami dengan mereka-mereka yang bernama August Comte, Durkheim, Weber, hingga Selo Sumardjan dan  oejono Soekanto.
Faraidh
Bahasa Inggris
Shorof
Qowaidul Fiqih
Ekonomi
Ilmu Tuhid
Dan semuanya...
Mereka meninggalkan kisah tersendiri.
Kapan saya bisa belajar dengan mereka lagi?
Mungkin bodoh, tapi saya berharap malam ini saya tidur nyenyak dan bangun keesokan harinya untuk berangkat ke kelas dan mempelajari mereka lagi. Sekali lagi. Bahkan untuk bab matematika yang paling rumit sekalipun saya mau. Asal suasananya tidak berbeda dengan dulu.
*mulai ngelantur, maaf*

Kemudian tangan saya kembali memunguti kertas-kertas lainnya, yang masih banyak.  Saya membacanya satu persatu, lembar demi lembar.
            Kartu Ujian Semester.
            Kartu Panitia MOS.
            Denah Ruang Ujian Semester Genap.
            Tiket Masuk Gus dan Yuk Mojokerto 2007.
Surat Undangan Organisasi Santri Ma’had Al-Amin (OSMA), mengingat OSMA saya jadi teringat Trio OSMA Legendaris (Farid-Huda-Barock), apa kabar kalian? J
Segepok soal-soal latihan Ujian Nasional. Tidaaak, UAN! Cukup sekali saja. hahaha
Proker Pengurus OSMA.
Surat Kesediaan Menjadi Pengurus OSMA.
Klipingan koran, entah buat apa waktu itu.
Lirik-lirik lagu. Boulevard of Broken Dreams (Green Day), No Body’s Home (Avril Lavigne), The Second You Sleep (Saybia). Lagu-lagu pada sesi listening, program para tutor BEC.  Saya baru sadar bahwa lagu-lagu itu adalah lagu galau. hahaha
Struk pembelian di Indomart Japan Raya. Apa saya sudah tidak waras? Untuk apa menyimpan struk belanja? hahaha
Cerpen-cerpen lama saya. Ah, saya malu ketika membacanya. Bagaimana bisa dulu saya seaneh itu? Ahhahhha.
Naskah otentik Jaipong di Bulan April. Ternyata masih ada, saya kira hilang entah kemana, (hahhaha, gak penting)
Sebuah puisi. Puisi yang saya ikutkan lomba, lomba pertama yang saya ikuti, dan kalah. haha, Hei, saya baru sadar telah menulis sebuah puisi sepanjang tiga halaman folio dan begitu membacanya saya lupa apa maksud puisi itu dulu. wkwkwkw.
Jadwal acara perlombaan six days before holiday.
Sebuah notebook  dengan tulisan pada covernya, Lakmud Gabungan IPNU-IPPNU PAC Pacet-PAC Sooko. Hei, saya lupa pernah menjadi anggota IPNU. Hahaha.
Saya membuka halaman-halaman notebook itu dan mendapati tulisan-tulisan. Di antaranya tulisan saya sendiri, dan sisanya bukan tulisan saya. Tapi saya masih ingat betul tulisan siapa itu. Ada sebuah halaman dipenuhi dengan deretan huruf-huruf gemuk yang saya yakin itu milik Syahrut. Hei, apa kabarmu kawan? Cengkok dangdutmu masih seperti dulu? Kapan kau pulang ke Indonesia? Dan satu tulisan lagi, saya sangat mengenalnya. Itu pasti tulisan Huda. Ukuran dan bentuk hurufnya tidak akan ada yang menyamai. J
Dan kertas-kertas lainnya masih terserak di lantai. Berbagai macam kertas dan sebagian di antaranya telah lusuh dimakan waktu.
Ah, bagaimana bisa saya menimbun kertas-kertas usang ini?
Kertas-kertas tua yang terlihat tidak penting ini, yang sepertinya lebih layak menghuni tempat sampah ketimbang disimpan dalam almari.
Tapi tidak. Kertas-kertas ini memang usang. Tapi saya melihatnya seperti saya menatap seorang teman lama.
Kertas-kertas ini telah berhasil menumpahkan kenangan lama pada kepala saya.
Kertas-kertas tua ini telah membawa saya pada suatu episode kehidupan beberapa tahun lalu.
Mengingatkan saya  pada canda, tawa, amarah, gelisah, dan semua yang pernah tertoreh waktu itu.
Mengingatkan saya pada kalian, sahabat-sahabat terbaik yang pernah saya miliki.
Mengingatkan pada para guru, asatidz yang telah mengajarkan banyak hal kepada kami.
Mengingatkan pada semuanya.
Dan saya akan masih menyimpan kertas-kertas ini, entah sampai kapan.

Mojokerto, 7 Februari 2012
P.S. Maaf untuk teman-teman yang namanya 'terseret' dalam tulisan ini. Maaf jika coretan yang memanjang ini pada akhirnya hanya menambah notifikasi saja. :p
Saya hanya ingin, yeah mungkin bisa disebut dengan mengumpulkan kalian di dunia maya. Bertemu kalian di sini.
Karena ternyata tidak mudah berkumpul-bertemu kalian di alam nyata (wah, pilihan kata yang aneh. haha).
Karena sekarang ini kita telah memiliki, apa yang disebut dengan aktifitas masing-masing.
Karena kita tidak lagi memakai seragam yang sama.
Karena kita tidak lagi belajar dari guru dan di ruang kelas yang sama.
Karena kita tidak lagi tidur berdesak-desakan di lantai yang sama.
Karena kita tidak lagi makan di sebuah nampan yang sama.
Karena kita tidak lagi minum dari gentong air yang sama.
Karena kita tidak lagi  berlari di lapangan yang sama.
Karena kita tidak lagi dimarahi dan dihukum oleh orang yang sama karena ulah kita.
Karena kita tidak lagi berebut kamar mandi yang sama di setiap pagi.

Karena, yeah karena kini kita melanjutkan garis hidup kita masing-masing.
Ini wajar, bahkan ini sangat alami dalam hidup. Tidak selamanya kita menggambar garis yang sejajar satu sama lain kan?
Tapi yang pasti, tali persaudaraan tidak pernah putus. Meski segalanya tidak lagi sama.




Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

6 komentar:

Melly Feyadin mengatakan...

Panjang sekali Juun tulisannya..

Mochammad Said mengatakan...

oh, iki to postingan pertamamu jun, berarti awakmu jek kaet sinau blog ya, haha... baguslah kalo gitu, seng rajin nulis yo...

hanjeyputra mengatakan...

hahhaa iya.
thx for reading, :)

hanjeyputra mengatakan...

hahahha, dulu sudah pernah sebenarnya, tapi sempat terbengkalai. ini bikin yang baru. semoga istiqomah dan bermanfaat. :)

Mochammad Said mengatakan...

oke,sepakat, seng penting istiqomah dan manfaat...

HasaniYusron.blogspot.Co.id mengatakan...

tempat lakmud dimana waktu itu kang?.,

Posting Komentar