Pages

Selasa, 06 Maret 2012

Laron-Laron Kecil



Kurapatkan jaket coklat tua yang membungkus tubuhku. Awal musim penghujan seperti ini membuatku sulit lepas dari jaket tebal ini. Dingin. Sepertinya tubuhku terlampau lambat beradaptasi dengan hawa dingin.
            Sebenarnya aku ada janji dengan Thomi dan Chu Ngok selepas isya’ ini. Dua sahabatku itu mengajak pergi ke rental kaset, berburu film-film baru. Tapi untuk saat ini, itu bukan ide yang bagus. Hujan di luar terus menderas sejak maghrib tadi. Sepertinya aku harus membatalkan janji itu.
            Hsss! Kumatikan layar televisi dan melempar remote control sekenanya. Kecewa dengan stasiun-stasiun televisi yang menayangkan acara seragam dan tidak tentu arah. Aku segera beranjak menuju kamarku. Lebih baik aku tidur lebih awal hari ini. Toh, besok adalah hari minggu. Tidak ada sekolah, tidak ada PR yang harus diselesaikan.
           
Aku sudah berada di kamarku dan mendapati ada makhluk lain di sana. Sepertinya ada makhluk asing menyelinap di kamarku. Makhluk-makhluk mungil dengan sayap tipis coklat pucat. Mereka berterbangan berebut sinar lampu kamarku yang menyala terang. Sebagian di antara mereka tampak merayap di tembok, lantai, dan bahkan beberapa di anatarnya merambat naik ke atas tempat tidurku!
            Aku bisa saja langsung menekan saklar di tembok, mematikan nyala lampu agar laron-laron itu pergi dari kamarku. Tapi aku tidak melakukannya. Entah mengapa aku tertarik dengan aktivitas para makhluk mungil itu. Kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur, dan mulai mengamati laron-laron yang masih berterbangan ke sana kemari.
Kemudian pandanganku tersedot pada laron-laron yang mengitari bola lampu yang menggantung di atap kamar, tepat di atas kepalaku. Laron-laron itu terus berputar-putar. Eh, mereka sepertinya sedang menari. Mereka menari mengikuti irama hujan di luar, terbang berputar-putar membentuk semacam pusaran yang tampak indah. Hei, sepertinya mereka tampak bahagia. Aku pun tersenyum melihat mereka. Bermenit-menit aku terus mengawasi mereka seperti itu.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9v-bjN7GaJISUBDI2BOj1n1ZzNQPEjWKBxZEOW4Cq4UP5U3CNMTYxiUQN_gei3jsUO9wh_tXcs944M_t1PQSohscNDY2NtDE1Xd7Wx1QsTBdwCO_65fuTz_GhaG8Y-IJM1OTEZN9Pk_Dx/s320/laron+dan+lampu.jpg            Hah! Aku tersentak kaget. Beberapa laron itu tiba-tiba terjatuh tepat di atas tubuhku. Hati-hati kuambil satu di antara mereka, yang jatuh tepat di leherku. Kuamati seekor laron dalam telapak tanganku ini. Dia diam. Kubalik tubuhnya perlahan. Tetap diam, tak berkutik. Eh, apakah dia sudah mati? Benar-benar mati?
            Secepat itukah? Baru saja mereka menari-nari bahagia di atas kepalaku. Baru saja, dan kini mereka sudah membeku, tidak bernyawa.
            Entah mengapa aku merasa tubuhku, ehm merinding? Tiba-tiba diriku dijalari sesuatu yang disebut rasa takut yang aneh. Ada apa ini?
           
Aku menghirup nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya pelan...
            Tenang... Mereka juga makhluk hidup. Wajar jika pada akhirnya mereka mati. Aku mencoba menenangkan diri.
            Hei, tunggu! Makhluk? Dan aku juga makhluk hidup. Dan wajar bila... Wajar bila aku akan mati seperti laron-laron itu? Mati begitu saja...
            Yah, pada akhirnya semua yang hidup akan mati. Mati dan itu wajar? Tidaaak! Aku belum siap mati! Aku belum siap meninggalkan ayah dan ibu untuk selama-lamanya. Tidak, aku belum siap untuk itu. Masih terlalu banyak kesalahan yang kutorehkan kepada mereka. Dan masih banyak mimpi-mimpi yang ingin kucapai! Tiba-tiba terdengar suara-suara panik dalam kepalaku. Aaaarght!
           
Beberapa laron itu kembali berjatuhan menimpa tubuhku.
            Hah! Kenapa aku jadi ketakutan seperti ini? Entah mengapa, melihat laron-laron yang berjatuhan itu aku seperti melihat malaikat maut yang diam-diam membuntutiku, mengintaiku.
            Tuhan, tolong jangan ambil nyawaku, Aku bahkan masih 14 tahun. Bukankah aku masih terlalu muda, Tuhan? Aku ingin berteriak tetapi tak ada sepotong kata pun yang mampu keluar dari mulutku. Bibirku hanya bergetar. Ya Tuhan kenapa kau buat aku sedemikian ketakutan seperti ini?
           

Urght! Tiba-tiba hatiku ngilu. Aku memang masih 14 tahun, tapi bagaimana dengan Lia? Aku tiba-tiba teringat dengan Lia, bocah 5 tahun tetanggaku yang tiba-tiba meninggal seminggu yang lalu. Malaikat maut tidak melihat umur seseorang ternyata.
            Aku masih ingat, ibu dari bocah malang itu menjerit-jerit saat tubuh Lia yang terbungkus kain kafan dimasukkan ke dalam liang lahat. Dan bagaimana jika aku yang harus memakai kain putih itu kemudian dikubur dalam liang lahat yang gelap dan dingin! Ya Tuhan, aku belum siap.
            Bagaimana jika ternyata malam ini juga aku harus pergi menyusul Lia? Meninggalkan semuanya. Ayah ibu, sahabat-sahabatku Thomi, Chu Ngok, Maria dan semuanya...
            Ah, bagaimana dengan Diana? Kemarin aku membentaknya, hanya gara-gara gadis centil itu terus mencari perhatianku. Tuhan, aku belum meminta maaf kepadanya.
            Dan Adella, aku belum sempat mengungkapkan perasaanku kepadanya. Aku masih mengumpulkan nyaliku untuk itu.
           
Laron-laron itu kembali berjatuhan.
            Tuhan, apakah akau akan segera mati seperti laron-laron kecil ini? Padahal baru dua minggu kemarin usiaku bertambah satu tahun. Aku merayakannya begitu meriah. Semua memberi ucapan selamat dan mendoakanku.
            Sebentar, usiaku bertambah? Ah, aku tak yakin usiaku benar-benar bertambah. Bukankah yang terjadi adalah jatah usiaku berkurang satu tahun? Bukankah setiap yang bernafas telah digariskan berapa jatah usianya di dunia ini. Sial. Kenapa aku baru menyadarinya.
           
Ya Tuhan, ya Tuhan... Kenapa aku baru menyadari semua ini?
            Semakin banyak laron-laron yang berjatuhan di atas tubuhku.
            Tuhan, laron-laron kecil ini kah teguran dari-Mu?
            Aku memejamkan mata perlahan. Dan bila esok hari mata ini masih diberi kesempatan untuk menyaksikan bukti-bukti keagungan-Nya, aku tidak akan menyia-nyiakannya.(*)
(by; hanifadyputra. Tulisan lama. Kebetulan pernah dimuat di sebuah majalah lokal Mojokerto)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixcww9BacUWMR79JVC5OulGPWVimi8ONVQLr0cKGeLQ-vEdRS9wh0temcoQnmAGY8JbLl36qRuHC1DgH-egDJwRwcj0KfVMfRs0f-MEg-qgv4Mibv6gdGbBdgvIz_6PHFkTcUlpXIi0BJT/s320/laron-img_4362.jpg
           
            




Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

10 komentar:

Alia mengatakan...

seperti kira, tulisanmu penuh hikmah
salam kenal ya hanif :)

dhenok habibie mengatakan...

kalo kata mas Kira, tulisan ini dibuat ketika om Juned masih sekolah ya?? waw, amazing.. ternyata kalian penulis-penulis hebat.. dhe suka tulisannya, suka dengan maksud yang disampaikan.. mengalir, santai dan tidak menggurui.. keep blogging ya om!! semoga makin semangat ngeblognya..

salam manis dari Palembang :)

ientanainie mengatakan...

merinding bacanya... bagus banget tulisannya. suka. sy bs bljr sm Juned deh. lam kenal ya....... :)

Ririe Khayan mengatakan...

Laron yang memberi banyak pelajaran yg bisa kita 'baca'...great. tulisannya mengalir natural dan impresive..Salam kenal, 'nyasar' setelah mampir dari rumahnya MAs KIra

Wury mengatakan...

Tau blog ini dari temenmu Kira, Mas! Membaca tulisan ini benar-benar menggugah hati. Dan isi kepalaku tiba-tiba penuh dengan tulisan -mati-. Iya, bagaimana jika aku mati begitu cepat? Aku belum siap. Tapi toh semua ada garisnya masing-masing. Tidak perlu cemas.
Oh iya, aku mau jadi follower blog ini, tapi uumm... lewat mana, ya?? Oh iya, ini ada link kalau mau ganti template yang lebih keren

http://templatehelp4u.blogspot.com/

Selamat mencoba, Mas Juned :)! Aku tunggu kunjungan baliknya

hanjeyputra mengatakan...

terimakasih sudah mampir alia, :) salam kenal... :)
semoga tulisan sederhana ini memberi 'sesuatu yang bermanfaat untuk ita semua. :)'

hanjeyputra mengatakan...

salam kenal,, :)
iya, setiap dari kita elah ditentukan garisnya masing2. kematian adalah sebuah keniscayaan, kita tak perlu cemas. yang perlu kita lakukan adalah terus berusaha memperbaiki diri, sekecil apapun usaha itu, asal kita tak pernah berhenti. :)

terimakasih link nya :)

hanjeyputra mengatakan...

terima kasih. salam kenal :)

hanjeyputra mengatakan...

terimakasih. :) saya juga masih belajar. saya harus belajar banyak dari teman2 semua... :)

salam kenal

hanjeyputra mengatakan...

terimakasih... :)
salam kenal :)
saya masih dalam tahap belajar. mohon kritik dan saran dari teman2 semua :)

wah palembang, jadi ingat nikmatnya pempek yang dimakan di musim hujan :)

Posting Komentar